Penyakit Tuberkulosis (TBC) tergolong penyakit yang bisa diobati (curable) sekaligus bisa dicegah (preventable) dan sudah lama ditemukan. Namun hingga kini masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia sehingga TBC dijadikan salah satu target pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), hingga akhirnya pemberantasan TBC menuju DUNIA BEBAS TBC tahun 2030.
TBC Mendunia
Kuman "Micobacterium tuberculosis" sebagai penyebab penyakit TBC ditemukan oleh Dr. Robert Koch pada 1882. Dan jauh sebelum itu para peneliti menemukan adanya pembusukan TBC di dalam tulang belakang mumi-mumi Mesir dari tahun 3000-2400 SM. Jadi penyakit TBC sebenarnya telah ada dimuka bumi ini sejak berabad-abad yang lalu.
Hingga saat ini, tidak ada satu negara pun di dunia yang dinyatakan bebas TBC
Namun hingga saat ini, tidak ada satu negara pun di dunia yang dinyatakan bebas TBC. WHO (2016) melaporkan bahwa TBC masuk dalam 10 besar penyakit penyebab kematian terbanyak sepanjang tahun 2015 (total 1,8 juta kematian karena TBC). Dan tercatat adanya 10,4 juta penemuan kasus baru sepanjang 2015, 60% diantaranya terjadi di 6 negara dengan prevalensi TBC tertinggi, yaitu: India, Indonesia, China, Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan. Kasus TB di Indonesia mencapai 1 juta kasus pada tahun 2014 , dengan 110.000 kematian setiap tahunnya.
Mengapa kasus TBC sulit dikendalikan?
Ada beberapa alasan mengapa TBC di Indonesia sulit dikendalikan bahkan angka kejadiannya cenderung meningkat, antara lain:- Lamanya pengobatan TBC (6-12 bulan) ditambah tingkat kepatuhan penderita yang rendah membuat sebagian besar penderita merasa sudah sembuh dan berhenti minum obat, walaupun belum selesai program pengobatannya. Kelompok penderita yang seperti ini akan dengan aktif menularkan TBC di sekitarnya
- Meningkatnya angka infeksi HIV/AIDS yang sering kali ditumpangi infeksi TBC
- Makin maraknya kasus TBC yang resisten dengan Obat Anti TBC standar atau biasa disebut MDR-TB (Multi Drugs Resistent). WHO memperkirakan adanya 480.000 penderita MDR-TB di tahun 2015 dan memprediksi timbulnya 25.000 kasus MDR-TB pada anak setiap tahunnya. Angka ini akan terus bertambah sehingga mempersulit pemutusan rantai penularan. Beberapa ahli menyatakan bahwa penderita MDR-TB akan menularkan dan menelurkan kasus MDR-TB baru!
- Adanya penderita “TBC laten”, dimana tubuh terinfeksi kuman TBC tapi tidak ada gejala atau manifestasi “sakit TBC”. Pada kondisi tertentu dimana daya tahan tubuh menurun, penyakit TBC akan muncul. Penderita TBC laten ini sebagian besar tidak tahu dan tidak merasa sakit sehingga tidak minum obat. Sementara kuman TBC terus memburu mangsa baru disekitarnya.
TBC pada Anak
Sebanyak 11% dari seluruh kasus TBC adalah anak-anak. Setidaknya ada 1 juta anak menderita TBC setiap tahunnya di seluruh dunia. Laporan WHO menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terjadi 210.000 kasus kematian anak yang disebabkan karena penyakit TBC. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa terdapat 67 juta anak terinfeksi kuman TBC (TBC laten) dan beresiko berkembang menjadi “sakit” TBC di kemudian hari. Seorang anak akan mengalami sakit TB setelah 1 tahun terinfeksi (terkena paparan kuman TBC). Sehingga TBC pada anak merupakan indikator adanya transmisi aktif kuman M. Tuberculosis di lingkungan sekitar.
Kelompok usia anak-anak memiliki resiko lebih besar untuk terjadi kasus “TBC berat”
Berbeda dengan TBC dewasa yang sangat menular, tidak semua TBC pada anak bersifat menular, hanya beberapa kasus dimana ditemukan kuman TBC di dalam dahaknya saja yang bisa menular dengan angka penularan berkisar 65%. Faktor risiko penularan TBC pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, dan daya tahan tubuh anak.
Kelompok usia anak-anak memiliki resiko lebih besar untuk terjadi kasus “TBC berat” yaitu TBC yang berisiko menimbulkan kecacatan berat atau kematian, misalnya TBC meningitis, TBC milier, TBC tulang dan sendi, TBC ginjal, TBC hati, TBC usus dll.
Anak-anak dengan kondisi berikut ini memiliki risiko yang lebih besar terjangkitnya penyakit TBC: anak yang hidup serumah atau kontak erat dengan penderita TBC dewasa (terutama yang dalam dahaknya ditemukan kuman TBC), anak dengan gizi buruk dan anak dengan HIV positip
Bagaimanakah kuman TBC ditularkan?
Penyakit TBC ditularkan oleh orang dewasa yang menderita TBC aktif melalui percikan air liur atau dahak yang keluar saat batuk, bicara, berteriak, bersin atau bernyanyi. Percikan dahak yang mengandung kuman TBC ini bila terhirup dan masuk paru-paru dan akan menyebabkan terjadinya infeksi TBC. Kuman TBC bisa menyerang hampir semua organ tubuh manusia, namun yang paling sering (pada anak) menyerang kelenjar getah bening dan paru-paru.
Gejala dan tanda penyakit TBC
Berbeda dengan orang dewasa yang memberikan gejala batuk lama > 3 minggu, batuk darah, berat badan makin turun dan keluarnya keringat dingin pada malam hari, TBC pada anak tidak memberikan gejala yang khas, sehingga bukan perkara mudah bagi seorang dokter untuk menegakkan diagnosis TBC pada anak. Berikut gejala UMUM dari TBC pada anak:
- Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik.
- Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas. Demam umumnya tidak tinggi.
- Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah).
- Nafsu makan tidak ada atau berkurang
- Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
- Diare >2 minggu yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.
Diagnosis TBC pada anak TIDAK BOLEH hanya didasarkan pada foto rontgen dada
Selain gejala umum diatas, ada kalanya terjadi gejala KHUSUS atau spesifik, tergantung organ mana yang terkena, antara lain:
- Pembesaran kelenjar getah bening (biasanya berlokasi di sekitar leher) yang bersifat multipel (> 1), diameter > 1 cm, tidak nyeri, dan kadang saling melekat
- Kejang, kesadaran menurun dan gejala lain terkait saraf otak yang terserang (TBC otak/ meningitis)
- Adanya penonjolan tulang belakang (gibbus), pincang, gangguan berjalan, nyeri tulang dll (TBC tulang)
- Adanya luka borok di kulit yang berair dan sulit sembuh (TBC kulit)
- Tuberkulosis organ-organ lainnya misalkan TBC ginjal, TBC dinding perut, TBCmata, dicurigai jika ditemukan gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas dan disertai kecurigaan
Penatalaksanaan TBC Anak
Penatalaksanaan TBC pada anak meliputi pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan pemberian asupan gizi yang cukup (makan makanan dengan gizi berimbang).
OAT diberikan dalam bentuk KDT (Kombinasi Dosis Tetap) atau FDC (Fixed Dose Combination) selama 6-12 bulan, tergantung tingkat keparahan penyakit dan organ yang terserang.
Pemberian OAT jangka panjang ini dibagi menjadi 2 fase: fase intensif selama 2 bulan dan fase lanjutan selama 4-10 bulan. Pada fase intensif, obat KDT mengandung 3 obat yaitu Isoniazid, Rifampicin dan Pirazinamid. Sedang fase lanjutan, KDT hanya mengandung 2 macam obat (Isoniazid dan Rifampicin)
Obat dalam bentuk KDT harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah ataupun dijadikan puyer. Obat dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh ataupun dilarutkan air sesaat sebelum diminum.
Kepatuhan dan ketepatan minum obat KDT ini menjadi salah satu kunci sukses pengobatan TBC. Dengan pengobatan yang teratur sesuai standar, angka keberhasilan pengobatan mencapai 83% pada tahun 2014.
Pengendalian dan Pencegahan TBC
Pencegahan utama tentu saja dengan mengobati semua penderita TBC terutama penderita aktif (ditemukan kuman TBC dalam dahak) dengan benar sesuai standar, sehingga bisa mengurangi resiko penularan TBC pada anak.
Pencegahan penularan dan infeksi pada orang serumah serta fasilitas pelayanan kesehatan merupakan komponen penting pada kontrol dan tatalaksana TBC pada anak
Sistem imunitas pada anak juga mempengaruhi terjadinya infeksi atau sakit TBC pada anak. Disinilah pentingnya program perbaikan gizi masyarakat
Pemberian vaksinasi BCG pada bayi usia 0-2 bulan di bahu kanan, tidak sepenuhnya bisa mencegah terjangkitnya infeksi TBC tapi terbukti bisa melindungi anak dari sakit “TBC berat”
Pencegahan utama tentu saja dengan mengobati semua penderita TBC terutama penderita aktif dengan benar sesuai standar.
Pada TBC anak dikenal adanya “Terapi Profilaksis”, yaitu diberikannya OAT jenis Isoniazid kepada semua balita yang kontak dengan penderita TBC aktif walaupun tidak terbukti terjadi infeksi TBC.
Jadi, selain angka kesakitan dan kematian TBC pada anak yang cukup tinggi, ternyata ada banyak hal yang patut diperhatikan, antara lain: sulitnya menegakkan diagnosis TBC anak mengingat gejalanya yang tidak khas, penatalaksanaannya butuh waktu lama dan multifaktorial, hingga pengobatan profilaksis yang melibatkan anak yang tidak sakit.
Pemberantasan penyakit ini hingga ke akar nya, tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tidak cukup hanya pemerintah, dinas kesehatan, ataupun puskesmas saja yang menggerakkan lokomotif, tapi dibutuhkan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat terutama dalam menjaga kebersihan lingkungan, membantu menemukan kasus baru hingga membantu pengawasan keteraturan minum obat bagi semua penderita TBC.
Referensi
- https://www.who.int/health-topics/tuberculosis#tab=tab_1
- https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/336069/9789240013131-eng.pdf
- https://www.cdc.gov/tb/default.htm
- https://www.cdc.gov/tb/topic/basics/default.htm
- https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-tuberkulosis-2018.pdf
- https://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis
- https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/amankah-buah-hati-anda-dari-tuberkulosis
- https://tbindonesia.or.id/pustaka-tbc/pedoman/tb-anak/
Wah kompleks sekali ternyata ya, dok. Terutama untuk kasusnya anak2. Bahkan baru tau kalau pemberian obatnya harusnya utuh. Duh, saya tersiksa betul dok waktu ngobatin anak saya. Ngasih obat dalam bentuk puyer aja harus dicampur sama bubur bayi 😅
BalasHapusIzin bertanya dokter, pada anak yang kontak dengan penderita TB aktif namun sudah terbukti bahwa anak tidak sakit, itu pemberian profilaksisnya berapa lama nggih dokter?
BalasHapusPak dokter yang baik hati, terima kasih atas ilmu-ilmunya ya, sangat bermanfaat banget dok. Semoga sehat selalu dok, biar kita bisa mengikuti terus perkembangan informasi kesehatan dari blog ini. Ulasannya lengkap A-Z
BalasHapusWah ternyata kasus TBC pada anak banyak ya dok, izin bertanya dok untuk penularan diatas disebutkan dari orang dewasa TBC aktif, jika anak terkena TBC apa bisa menularkan ke anak yang lain juga nggih? Apa harus orang dewasa?
BalasHapusTernayata TB pada anak lebih kompleks nggih dok selain gejalanya yang tidak khas pada anak2, Dokter saya izin bertanya kalau ada pasien anak putus obat sebelum 6 bulan, untuk terapinya dilanjutkan dihabiskan sisa obatnya atau bagaimana ya dokter? dan apa hal seperti ini bisa menyebabkan mdr?
BalasHapussangat bermanfaat banget dokter, Izin bertanya dokter, jika terjadi lupa minum obat 1/2 hari saat terapi tb harus bagaimana nggih dokter?? Apakah harus mengulang dari awal lagi?? Terimakasih dokter 🙏
BalasHapusBaca soal TBC laten bikin khawatir jga ya klo ketemu saudara atau orang yg kita ga tau riwayatnya..
BalasHapusBtw, makasih dok infonya
Informasi yang sangat bermanfaat dokter, kemudian saya izin bertanya terkait pengobatannya dilakukan selama 6-12 bulan dengan fase intensif selama 2 bulan, selama 2 bulan fase intensif itu apakah perlu dilakukan kontrol nggih dokter? Atau kontrolnya cukup setelah pengobatan 2 bulan tersebut nggih dokter?
BalasHapusSaya baru tahu TBC banyak macamnya berdasar titik serang :') dan ternyata TBC jadi pe er besar buat kita semua agar selalu waspada dan sigap pas ada gejala TBC, semoga semua senantiasa sehat begitu juga Pak Dokter semoga selalu sehat serta bisa sharing hal bermanfaat seperti ini lagi, merasa terbantu dengan artikel seperti ini :) Semangat selalu Pak Dokter :D
BalasHapusAh, jadi ingat almarhumah bude yang tinggal serumah dulu, Pak Dokter. Beliau meninggal juga sakit TBC dah lama :"). Terima kasih, Dok. Sehat selalu ya
BalasHapusbaru tahu kalo TBC itu banyak jenisnya. Selama ini tahunya cuman TB paru aja
BalasHapusNgeri banget yaa TBC ini
Banyak sekali ya varian TBC dan berdasarkan titik serangnya, makasih banyak penjelasannya dokter.
BalasHapusSaya dulu saat SMA pernah menemani teman kost menjenguk ibunya yang di rawat di RS khusus paru. Saat itu nggak ngerti kalau ternyata TBC itu menular, jadi ya saya ikut masuk ke ruang rawat.
BalasHapusTernyata TBC udah ada sejak jaman dahulu ya, dan belum ada satupun negara di dunia yang bebas dari TBC. Ngeri juga ya dengan TBC laten ini.
Mksh bgt ilmunya dokter. Jd harus benar2 menjaga anak2 nih. Alhamdulillah abak2 jg sudah vaksin BCG.
BalasHapusLangsung parno nih, krn anak2ku jarang terkena sinar matahari. Lbh sering di ruangan berAC.
Informasi kesehatan dan kampanye pengenalan TBC baiknpada anak dan orang tua diperlukan dokter untuk preventif penanggulangan TBC
BalasHapusSaya tuh selalu baper kalau baca-baca tentang TBC.
BalasHapusMama saya nakes, tugas di pedesaan, jadi dia hafal siapa aja yang punya penyakit itu, dan kami benar-benar diwanti-wanti jika berdekatan dengan orang yang TBC itu, karena manalah mereka sadar kalau batuk sembarangan hiks.
Nah ketika punya anak, hanya karena dia kurus dan sering sakit-sakitan, langsung didiagnosa TB dong ama seorang professor, huhuhu.
Nyebelinnya itu, dia nggak jelasin secara detail, tiba-tiba aja hanya kasih resep obat yang harus ditebus, mahalnya minta ampun pula.
Waktu itu anak saya memang sakit, periksa darah ada salmonela, dirawat deh di Rs, jadi saya pikir obat yang dia kasih itu adalah obat karena anak saya sakit itu.
Nggak tahunya, setelah obat habis, eh diresepkan lagi dongggg.
Sampai akhirnya saya mudik, dan pas kasih obat ke anak saya, dilihat sama kakak saya, yang juga nakes.
Kaget dia, dan nanya.
Kok bisa anak saya kena TB, kaget dong saya, siapa yang kena TB?
Lah itu minum obat TB.
Astagaaaaaa, kalau ada tuh orang, pengen saya cekokin semua obatnya ke mulutnya.
Bagaimana bisa dia meresepkan obat keras seperti itu, hanya dengan melihat anak kurus, tanpa pemeriksaan lengkap.
tau nggak sih, rambut anak saya sampai rontok karena obat itu, dan belum tentu juga dia TB, huhuhu.
Mirisnya lagi, masalah TB ini masih belum puas bikin baper.
Bapak saya, didiagnosa TB juga dong, paru-parunya ancur, komplikasi sih ya.
Salah sendiri suka ngerokok, hiks,
Dan yang bikin mirisnya bukan masalah TBnya, tapi karena bapak saya meninggal karena nggak kuat minum obat TB.
Memang kondisinya udah lemah sih, ditambah obat TB, nggak ada makanan sama sekali yang bisa masuk, jantungnya lemah, jadinya jadi akhir hidupnya, huhuhu.
So, saya agak baper dengan TB, bagaimana bisa kami harus berhubungan dengan TB, sementara sejak kecil, mama saya begitu kuat menjaga dan mengedukasi kami tentang penyakit ini.
Dan sejujurnya, saya jadi agak tenang dengan adanya pandemi ini dan diwajibkan pakai masker, karena minimal bukan cuman bisa melindungi diri dari virus covid, tapi juga dari bakteri yang mungkin bisa ditularkan penderita TB tapi malas minum obat.
Ebentar, ini kenapa saya numpang curhat di sini ya, wkwkwkwkwkw.
Anyway, makasih edukasinya Dok :)
Malam dok,baru tau loh kalau pada anak bisa mengalami TBC. Btw dok jika riwayat anak ketika masih kecil terkena TBC apakah ini bisa kambuh lagi setelah dewasa? & bagaimana pencegahannya agar tidak terkena lagi TBC kelak pada anak?terimakasih
BalasHapusTiap ke klinik pasti pamflet ini gak ketinggalan nempel, karena kebiasaan dan budaya apalagi rendahnya literasi kita sih dok belum bisa maksimal buat stop kasus tbc
BalasHapusTBC masih menjadi musuh nyata di Indonesia. Tak hilang-hilang juga. Masyarakkatnya abai, penderitanya juga. Sebenarnya di desa-desa sudah dilakukan siaga TBC. Yang punya ciri TBC dipantau dan jika benar akan diajak berobat. Ya tapi kalau yang dapat tugas melakukan pekerjaannya dengan benar... banyak yang takut-takut.
BalasHapusAduh baca ini jadi bikin aku deg degan Kak. Inget ama anak. Ada nggak sih kak imunisasi TBC ini untuk melindungi anak dari penyakit itu?
BalasHapusNaru tahu asa TBC kulit kupikir TBS hanya batuk-baguk doang. Penonjolanngetah bening sekitar leher ini mertuaku yg meninggal punya tapi kok ga ada yg mencurigai TBC ya . Kebetulan keliau ada diabetes jadi pas sakit dan meninggal ternyata karena gulanya yang sudah ke paruh2 dan jantung.
BalasHapusduh baru tau kalo BCG hanya bisa melindungi anak dari sakit “TBC berat”
BalasHapussaya paling takut anak2 saya terkena TBC karena bakal berdampak pada perkembangan dan pertumbuhannya
tapi apa boleh buat, waktu itu ART saya kebetulan mantan penderita TBC. Dia sih bilangnya udah sembuh. Tapi saya tetap takut
Meski TBC bisa disembuhkan, pola hidup sehat memang perlu ditingkatkan.
BalasHapusNamun ya mesti kompak ya, sehingga dapat benar² bersih, gak yang di tempat ini bersih eh ternyata malah di tempat lain bermunculan. Semangat hidup sehat
Ternyata banyak juga kasus TBC pada anak ya dok. Sebagai orang tua, kami wajib berhati-hati nih terutama untuk kesehatan anak-anak. Baiknya jika ada tanda-tanda harus ke dokter jangan asal main diagnosis sendiri ya.
BalasHapusternyata ada juga TBC tak bergejala ya Dok... Kalau anak penderita TBC sudah minum obat / dalam masa pengobatan apa masih bisa menularkan?
BalasHapusMenakutkan sekali ini penyakit TBC. Adanya pandemi semoga TBC juga semakin berkurang soalnya orang jadi pada disiplin ilmu kan tuh ya, secara tidak langsung bisa mencegah penyebaran TBC juga...
BalasHapusTulisan ini mengedukasi saya nih Dokter. Sedih kalau lihat anak kecil sudah terserang TBC ya. Dulu kan mitosnya TBC ini berbahaya dan tak bisa sembuh namun ternyata bisa disembuhkan ya Dok.
BalasHapusTBC baik pada anak mau pun dewasa, memang sangat menguatirkan ya, dok? Untungnya dia bersifat dapat disembuhkan asal disiplin di dalam upaya penyembuhannya ya?
BalasHapusDan semoga saja dengan berbagai edukasi yang disampaikan, masyarakat terutama para orang tua menjadi lebih aware dan paham, sehingga bisa menjaga dan melindungi dan merawat buah hatinya agar terhindar/sembuh dari penyakit ini.
Thanks ilmunya, dok!
saya dulu sering banget ikut mama (bidan) ke puskesmas, dan paling serem kalo lewat ruangan TBC. karena ruangannya terisolir dan gaboleh dijenguk kan. tapi setelah dewasa saya jad tahu ternyata TBC ada banyak macamnya dan gak semuanya harus diisolir, bisa pengobatan jaln juga.
BalasHapusTerima kasih banyak dokter atas ilmu dan informasi yang dipaparkan menambah wawasan kembali tentang penyakit TBC ini, dan juga ijin bertanya dokter, Mengapa TB pada anak itu jarang menular? Bahkan dijelaskan disini tingkat penularannya saja hanya mencapai 65% pada dahak yang terdapat kuman TBC nya. Terima kasih banyak sebelumnya
BalasHapusTerima kasih banyak dokter atas ilmu dan informasi nya. Izin bertanya dokter apakah ada penjelasan mengapa pada usia anak-anak memiliki resiko lebih besar untuk terjadinya kasus TBC berat? Terima kasih dokter
BalasHapusAssalammualaikum wr wb. Terima kasih banyak dokter atas tambahan ilmu nya. Ijin bertanya dokter, apabila pasien anak sudah diberikan tes mantoux namun hasil negatif, tanpa gejala, tapi pasien kontak dengen penderita TB aktif. Obat Profilaksis yang diberikan apa saja dan berapa lama nggih? Terima kasih banyak dokter
BalasHapusTerima kasih dokter, ilmunya sangat bermanfaat. Izin bertanya. Pada orang tua yang awalnya menolak untuk anaknya di imunisasi, lalu si anak (saat sudah usia <1 thn) terkena TBC, apakah setelah selesai pengobatan tbc dianjurkan untuk imunisasi? Kalau boleh, minimal jeda berapa hari nggih dok?
BalasHapusAssalamu'alaikum wr.wb dokter, terimakasih untuk ilmu yang sudah dibagikan. Indonesia selalu menjadi jajaran tertinggi untuk Negara dengan penderita TB. Ternyata memang serumit itu permasalahan yang ada, mulai dari pencegahan, pengobatan, dan kesadaran masyarakat sendiri. Izin bertanya dokter untuk terapi profilaksis anak, apakah terapi ini disediakan dan ditanggung BPJS nggih dokter? Terimakasih dokter.
BalasHapusMasyaAllah terimakasih dokter atas informasinya. Saya ingin bertanya bagi pasien yang putus obat tbc untuk mengulangnya lagi haruskah dari awal obat atau dimulai dimana obat itu sudah tidak diminum lagi?
BalasHapusmasyaAllah, terimakasih banyak dokter untuk paparan materi nya, saya menyaksikan sendiri masih banyak anak Indonesia yg menderita TB.. masih banyak pasien yg datang ke poli anak RSML dengan TB, baik yang sedang dalam pengobatan atau yang baru di diagnosis TB. Saya baru tahu Ternyata BCG hanya melindungi anak dari TB berat, bukan melindungi anak dari penularan TB. Kalau begitu dokter, mengapa tidak ada booster untuk vaksin BCG agar perlindungan pada anak lebih baik ?
BalasHapusArtikelnya sangat informatif dokter. TBC ini termasuk penyakit yang dapat disembuhkan namun memerlukan waktu lama dalam pengobatannya sehingga tetap menjadi penyakit yang ditakutkan oleh masyarakat. Memang penting sekali untuk imunisasi BCG agar dapat mencegah penularan namun tidak hanya imunisasi kita juga harus tetap menjaga kebersihan serta memenuhi nutrisi anak dengn makanan bergizi agar tubuhnya sehat. Terima kasih dokter sharing ilmunya.
BalasHapusTerima kasih dokter atas sharing ilmunya. Saya baru tau jika tidak semua TBC pada anak bersifat menular, hanya beberapa kasus yang ditemukan kuman TBC di dalam dahaknya saja yang bisa menular berkisar 65%, dan juga faktor risiko penularan TBC pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, dan daya tahan tubuh anak. Memang sangat penting untuk selalu menjaga daya tahan tubuh anak nggih.
BalasHapustidak hanya tbc pada orang dewasa yang banyak terjadi, pada anak pun sama banyaknya. yuk sama² cegah dan obati dengan tepat, biar ngga menularkan ke orang lain terutama pada anak-anak.
BalasHapusPengobatan TBC yang lama seringkali memunculkan keluhan bagi sebagian orang tua seperti anaknya yang mulai bosan minum obat, menyemburkan obatnya, hingga menolak minum obat. Memang, lebih baik mencegah daripada mengobati ya..
BalasHapusEdukasi seperti ini penting sekali dan harus lebih lebar untuk digalakan pada halayak umum karena penyakit TBC inu tidak dapat disepelehkan, dan mungkin masih banyak yang belum menyadsri kalau anak pun bisa terkena TBC tidak hanya orang dewasa. Kembali lagi di awal pengobatan terbaik adalah pencegahan, lebih baik mencegah daripada mengobati dan kita sebahgai orang tua baiknya lebih aware terhadap keadaan anak dan tidak menyepelehkan sakit pada anak sedikitpun agar masa pertumbuhan dan perke.bangan mereka tidak terlewatkan dengan sia sia
BalasHapusTernyata TB pada anak jauh lebih menakutkan ya dok. Anak hampir selalu terkena TB karena tertular dari orang dewasa di sekitarnya. Selain itu, gejala TB pada anak biasanya tidak spesifik sehingga kemungkinan orang tua tidak aware terhadap infeksi TB pada anaknya, jadi tidak segera mendapat pengobatan. Hal ini bisa saja menjadikan kondisi anak semakin buruk karena tidak segera mendapatkan pengobatan kausatif. Oleh karena itu, imunisasi dan berbagai cara pencegahan yang bisa dilakukan harus menjadi perhatian Ara orangtua agar anak terhindar dari tb
HapusWahh, TB pada anak bisa jauh lebih mengerikan dari dewasa. Selama saya di lamongan TB pada anak sering sekali di temukan, terutana TB kelenjar. Bayak orang yang kurang peduli tentang TB, banyak orang yang meremehkan karena pengobatan TB ini yang amat panjang sampai berbulan bulan, namun semoga lewat tulisan edukasi ini bisa membuat masyarakat lebih awas tentang bahaya TB. TOSS TB "Temukan TB Obati Sampai Tuntas"
BalasHapusTerimakasih dokter atas sharing ilmunya. Setelah 6 minggu saya bljar di stase anak dan jaga di poli ternyata lumayan banyak kasus TB pada anak dan ternyata kasus tb pada anak jauh lebih mengerikan ya dok daripada dewasa. Oleh karena itu imunisasi sangatlah penting untuk menjaga kekebalan tubuh terhadap bakteri TB
BalasHapusTB mungkin masyarakat awam sudah tidak asing lagi dengan penyakit itu. Dimana indonesia memang terkenal dengan tingginya kasus TB baik pada anak atau pun dewasa. Didalam tulisan dokter ini saya jadi banyak belajar untuk perbedaan anatat TB pada dewasa atau pda anak.
BalasHapusTerima kasih nggih dokter atas ilmunya.
Terimakasih banyak dokter untuk ilmunya. Sayangnya pada anak yang terkena TBC, para orang tua tidak segera lekas memeriksakan dirinya, padahal itu wajib dilakukan untuk screening, karena anak dengan TB tidak mungkin terkena sendirian.
BalasHapusTerima kasih banyak dokter atas informasinya 🙏
BalasHapusMembaca artikel ini saya jadi teringat saat di kampus dulu ada kampanye tentang SDGs oleh WHO, dimana salah satunya membahas TBC ini 🙏
Dan fakta yang mengejutkan saya adalah ternyata tidak ada satu negara pun di dunia ini yang mengklaim bebas dari penyakit TBC 🙏
Banyak anak didunia yang terjangkit penyakit TB , terlebih lagi didunia ini tidak ada satupun negara yang terbebas dari TBC, meskipun penyakit ini dapat disembuhkan dan diobati, penanggulangn penyakit ini tidak terbatas pada pengobatan sajah akan tetapi diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah pusat, dinas kesehatan, dan seluruh lapisan masyakat.
BalasHapusterima kasih banyak dokter atas ilmunya . TB anak jadi kasus yg sering ditemui selama koas di poli anak , pasien datang dengan gagal tumbuh , tampak kurus, dan tidak aktif. penularanya yang tertular dari TB dewasa harus membuat aware paraibu untuk selalu menjaga anaknya dari pasein dengan gejala TB. Karena TB dapat membat anak gagal tumbuh dan berkembang sehingga mempengaruhi masa depannnya
BalasHapusWhat a truly never ending story. Betul walau sangat sulit tapi benar dibutuhkan kerjasama multisektor untuk menuntaskan permasalahan TBC ini. Karena progresifitas TBC yang saya temui di praktik klinis maupun masyarakat sehari-hari semakin variatif dan sulit diprediksi. Jika memang ini masih never ending story, let us to be the never ending educator. Semangat seluruh tenaga kesehatan Indonesia!
BalasHapusTB ini memang salah satu penyakit yang masih sering sekali terjadi pada anak2. Dan beberapa fakta yang saya baru tahu adalah bahwa anak adalah korban dari orang dewasa yang terinfeksi TB juga. Agak sedih ya dok dikarenakan terkadang dari orang dewasanya sendiri yang tidak aware terhadap konfisinya sehingga anak2 yang menjadi korban:(. Salah satu untuk memutus rantai penularan TB adalah dengan tracing keluarga dan orang2 sekitar
BalasHapusArtikelnya sangat informatif dokter. TBC ini tercantum penyakit yang bisa dipulihkan tetapi membutuhkan waktu lama dalam penyembuhannya sehingga senantiasa jadi penyakit yang ditakutkan oleh warga. Memanglah berarti sekali buat imunisasi BCG supaya bisa menghindari penularan tetapi tidak cuma imunisasi kita pula wajib senantiasa melindungi kebersihan dan penuhi nutrisi anak dengn santapan bergizi supaya badannya sehat. Terima kasih dokter sharing ilmunya.
BalasHapusPenting untuk mengetahui tanda dan gejala Tuberkulosis khususnya pada anak, karena diagnosis dan tatalaksana dini sangatlah penting. Kasus ini masih terus meningkat hingga saat ini, bahkan saat ini Indonesia sendiri berada pada posisi kedua dengan jumlah kasus TBC terbanyak di dunia setelah India sehingga diperlukan kerjasama lintas sektor untuk menanggulanginya. Yang tidak kalah penting adalah memberantas stigma negatif masyarakat terkait TBC, adanya stigma, baik internal maupun eksternal, menjadi penghambat pemenuhan hak pasien dan penyintas TBC untuk mengakses layanan kesehatan. Selain itu, pasien bisa terlambat didiagnosis, tidak patuh berobat, atau putus pengobatan. Semangat untuk seluruh tenaga kesehatan Indonesia
BalasHapusTB ini sebenarnya banyak disekitar kita tapi tidak terlihat. Anak bisa tertular dari orang dewasa dan kebanyakan tanpa gejala ya dok jadi harus aware. Ternyata TB pada anak lebih mengkhawatirkan mengingat anak-anak susah sekali untuk minum obat. Dan walaupun vaksin BCG tidak bisa 100% mencegah mencegah tertularnya TB tapi vaksin ini cukup membantu ya dok.
BalasHapuspenyakit musuh alami manusia memang bisa dikatakan Never ending story but can be prevented. penting bagi kita menambah wawasan dan memahami faktor resiko dari TB mulai dari diri sendiri dan lingkungan sekitar.
BalasHapusTidak ada negara di seluruh penjuru dunia ini yang dinyatakan bebas TBC. Sebuah kalimat yang menggambarkan betapa kuatnya penyakit ini. Pengobatannya pun butuh waktu berbulan bulan untuk menyelesaikannya. Meski vaksin tidak dapat mencegah tertularnya TBC sepenuhnya, namun setidaknya mencegah agar tidak jatuh dalam kondisi yang lebih berat.
BalasHapusTerimakasih dokter atas informasi menarik yang diberikan pada artikel ini. Penatalaksanaan TB pada anak bukan hanya pemberian OAT saja loh. Anak perlu diberikan asupan gizi yang cukup (makan gizi seimbang). Dan juga banyak sekali angka kejadian TB di Indonesia. Semoga Indonesia bisa segera bebas dari TB. Aamiin
BalasHapusTernyata TBC pada anak jauh lebih berbahaya.
BalasHapusAnak-anak paling sering tertular TBC karena tertular dari orang dewasa di sekitarnya.
Selain itu, gejala TBC pada anak biasanya tidak spesifik sehingga orang tua mungkin tidak menyadari infeksi TBC pada anaknya dan tidak segera mendapat pengobatan.
Hal ini dapat memperburuk kondisi anak Anda karena penyebab utamanya tidak dapat segera ditangani.
Oleh karena itu, orang tua harus memikirkan vaksinasi dan berbagai cara pencegahan untuk mencegah anaknya terkena TBC.
Terimakasih dokter sharing ilmunya. Wah menarik dok belum ada satupun negara yang terbebas dari TB, dari sini betapa pentingnya untuk melindungi diri sendiri muali dari vaksinasi, phbs, hingga penerapan rumah sehat. Terlebih apabila anak yang tertular karena pertumbuhannya akan terganggu
BalasHapusJadi teringat tentang saudara yang sempat denial bahwa tb bisa disembuhkan tanpa obat dan tanpa perubahan gaya hidup, semoga dengan adanya tulisan ini banyak orang yang lebih aware terutama dengan adanya batuk berkepanjangan
BalasHapus